“Wilayah Sulawesi Selatan saat ini sudah mencapai angka 6.000 kasus HIV AIDS. 4.000 diantaranya kasus HIV dan 2.000 lagi kasus AIDS. Tapi yang perlu kita tekankan bukan menjauhi para korban tersebut, melainkan harus mendorong bersama membantu untuk menanggulangi utamanya mencegah penyakit yang cukup berbahaya ini agar tidak semakin menelan korban”, tutur Wakil Rektor III Universitas Bosowa saat membuka acara Dialog Publik Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum (HIMAPSIH) Unibos bersama Aliansi HAM untuk HIV AIDS Sulselbar, Kamis (01/12).
Dr. Abd. Haris Hamid, S.H.,M.H selaku WR III Unibos juga menambahkan salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mencegah penyakit ini semakin merajalela itu dengan membangun komunikasi yang baik dan tetap memberikan kontribusi positif untuk saling mengingatkan tentang bahaya penyakit tersebut.
Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Senat Lantai 9 Kampus I Unibos ini mengusung tema “Satu Solidaritas, Satu Aksi untuk Akses Kesetaraan dan Perlindungan Hak Masyarakat Dari Bahaya HIV dan AIDS Menuju Keberlanjutan Tujuan Pembangunan Sulawesi Selatan”. Kegiatan ini menghadirkan beberapa pemateri yang membahas mengenai bahaya penyakit HIV AIDS dan juga kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut. Dialog publik yang dilaksanakan dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia ini dihadiri oleh 100 orang dari kalangan mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum.
Terlihat hadir Itji Diana Amin Daud yang memberikan tekanan pada salah satu faktor pemicu semakin meluasnya penyakit tersebut. Menurutnya selain faktor sosial juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. “Ada banyak persoalan tentang HIV AIDS yang semakin menyebar luas. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang ingin menjadi korban. Tapi salah satu penyebab keterpurukan ini terjadi karena tidak adanya pemerataan kebijakan ekonomi”, ungkap selaku penulis buku Perempuan Cantik Kurban Korupsi itu.
Nur Aini selaku Koordinator Aliansi HAM untuk HIV AIDS Sulselbar dan Wildan Adnan selaku perwakilan GIPA Makassar juga dari Aliansi HAM Sulselbar dalam dialog ini memaksudkan pembicaraan khusus para regulasi yang mengatur hal tersebut. Menurut Wildan, saat ini belum tersedianya regulasi yang langsung berpihak pada perempuan dan anak.
Hal ini juga diungkapkan Nur Aini bahwa yang harus menjadi skala prioritas dalam kebijakan yang membawahi hal tersebut adalah hak perempuan dan hak anak. Menurutnya, bagaimana pun beberapa kondisi kebanyakan melibatkan perempuan dan anak.