Masih dalam rangkaian kuliah umum Pemerintahan Mahasiswa (Pema) Fakutlas Teknik (FT) Universitas Bosowa (Unibos), terselenggara diskusi antar Prof. Dr. Ir. Batara Surya, S.T., M.Si. selaku Rektor Unibos dan Mahasiswa membahas seputar fenomena lingkungan, Kamis (6/6/2024).
Diskusi bersama mahasiswa kali ini turut dihadiri oleh Wakil Rektor I Unibos, Prof. Dr. Haeruddin Saleh, S.E., M.Si., Wakil Rektor II Unibos, Dr. Ir. Zulkifli Maulana., M.P., Dekan FT Unibos, Dr. H. Nasrullah, S.T., M.T., serta jajaran Kaprodi dan dosen FT Unibos yang hadir.
Saat menyampaikan materi, Prof. Dr. Ir. Batara Surya, S.T., M.Si. menyebutkan bahwa anomali cuaca yang dirasakan saat ini merupakan dampak dari kerusakan lingkungan.
“Anomali cuaca yang kita hadapi hari ini merupakan perubahan iklam, dampak dari kerusakan lingkungan dan kurangnya infrastuktur dan ruang terbuka hijau tersisa. Sehingga memengaruhi perubahan musim, panas yang ekstrim, banjir bandang, hingga fenomena kerusakan alam lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, diskusi berjalan semakin menarik ketika Awaluddin, Mahasiswa Teknik Kimia Angkatan 2023 meminta pandangan terkait isu pembabatan hutan untuk membangun perkebunan sawit yang berpotensi mengancam flora dan fauna langka yang hidup di hutan tersebut kepada pemateri.
“Yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah jenis hutan yang akan di alihfungsikan entah itu hutan rakyat, hutan produksi atau hutan lindung, karena di Indonesia sebenarnya banyak orang yang cerdas dengan konsep-konsep pembangunan yang menarik namun selalu bermasalah pada implementasi dan penerapannya. Sehingga output yang dihasilkan tidak jarang menjadi sesuatu yang lebih banyak merugikan daripada menguntungkan,” sebut Rektor alumni Prodi PWK Unibos tersebut.
Kemudian ia menutup sesi diskusi dengan mengungkapkan dampak jika SDGs tidak dapat tercapai pada 2030 terhadap Indonesia Emas 2045.
“Sangat sulit rasanya membayangkan Indonesia Emas 2045 jika pada 2030 nanti kita belum bisa meraih sustainability development, karena melonjaknya usia produktif kita bukan lagi mendapat bonus demografi, melainkan bencana demografi jika mahasiswa dan anak muda yang mengisi sekitar 60-70% populasi tidak maju dan tidak mampu bersaing,” pungkasnya.